Senin, 22 Desember 2014

Internet and Telco Business Changing - Everyone Become Competitors

“The 2 greatest equalizers in life: Education and the Internet.” Ziad K. Abdelnour, Economic Warfare: Secrets of Wealth Creation in the Age of Welfare Politics

Link Part 1 > TELCO 1.0 – Competitorless

Internet dan konektivitas kini telah menjadi sebuah kebutuhan bagi manusia modern. Saat kita membuka mata di pagi hari, kita akan berusaha untuk segera terkoneksi dengan internet melalui berbagai macam device maupun apikasi. Internet merupakan suatu inovasi terbesar dalam hal teknologi dan komunikasi. Dapat kita rasakan selama satu dekade terakhir ini, bagaimana internet telah merubah planet kita, merubah bagimana kita saling berinteraksi, merubah cara kita berbelanja, merubah berbagai aspek gaya hidup kita, bahkan merubah peta industri secara global, termasuk industri telekomunikasi.

TELCO 1.0 – Competitorless

“If E-mail had been around before the telephone was invented people would have said "hey, forget e-mail – with this new telephone invention I can actually talk to people” – Anon
 Monopoli Bisnis Telekomunikasi
Masih ingatkah anda? Hingga pertengahan dekade 90-an, era keemasan fixed telephony (PSTN). Voice call melalui fixed telephone merupakan layanan yang saat itu menjadi satu-satunya fasiltas komunikasi dua arah secara realtime.  Baru pada awal 2000-an, era dimulainya penetrasi telepon genggam secara massive, mulai ditawarkan model komunikasi baru, yaitu layanan pesan singkat (SMS) yang terbatas 160 karakter.
PT Telkom Indonesia tidak pernah takut kehilangan pasar, selain dikarenakan kurangnya kompetitor juga tidak adanya teknologi lain sebagai substitusi PSTN Service. Kondisi seperti ini menjadikan PT Telkom Indonesia memonopoli industri telekomunikasi saat itu. Bisa dibayangkan, ratusan calon pelanggan rela menunggu berbulan-bulan demi koneksi fixed-line PSTN di rumahnya.
Revenue bagi PT Telkom Indonesia datang dari customer, baik pelanggan pribadi maupun enterprise. Mengingat sumber revenue Utama PT Telkom Indonesia saat itu berasal dari end user, maka tidak cukup ketika PT Telkom Indonesia hanya menjual jaringan kepada end user tanpa adanya Value Added Service (VAS). Value Added Service yang digelar bukan semata-mata didasari oleh kebutuhan mencari pelanggan baru, melainkan sebagai upaya utilisasi jaringan yang sudah ada, serta mendapatkan revenue yang lebih besar. Contohnya ketika PT Telkom Indonesia menerapkan biaya lebih kepada user yang mengaktifkan layanan Voice Mail Box, SLI, PABX, TelkomNET-Instan, dsb. Berbagai layanan/ service, serta konten tersebut masih terintegrasi dan di-bundling secara vertical antara PT Telkom Indonesia sebagai operator dengan end user.


***