“If E-mail had been around before the telephone was invented people would have said "hey, forget e-mail – with this new telephone invention I can actually talk to people” – Anon
Masih
ingatkah anda? Hingga pertengahan dekade 90-an,
era keemasan fixed telephony (PSTN). Voice call melalui fixed telephone merupakan layanan yang saat itu menjadi
satu-satunya fasiltas komunikasi dua arah secara realtime. Baru pada awal
2000-an, era dimulainya penetrasi telepon genggam
secara massive,
mulai ditawarkan model komunikasi baru, yaitu layanan pesan singkat (SMS) yang
terbatas 160 karakter.
PT
Telkom Indonesia tidak pernah takut kehilangan pasar, selain
dikarenakan kurangnya kompetitor juga tidak adanya teknologi lain sebagai
substitusi PSTN Service. Kondisi seperti ini menjadikan PT Telkom Indonesia
memonopoli industri telekomunikasi saat itu. Bisa dibayangkan, ratusan calon
pelanggan rela menunggu berbulan-bulan demi koneksi fixed-line PSTN di
rumahnya.
Revenue
bagi PT Telkom Indonesia datang dari customer, baik pelanggan pribadi maupun
enterprise. Mengingat sumber revenue Utama PT Telkom Indonesia saat itu berasal
dari end user, maka tidak cukup ketika PT Telkom Indonesia hanya menjual
jaringan kepada end user tanpa adanya Value
Added Service (VAS). Value Added
Service yang digelar bukan semata-mata didasari oleh kebutuhan mencari
pelanggan baru, melainkan sebagai upaya utilisasi jaringan yang sudah ada,
serta mendapatkan revenue yang lebih besar. Contohnya ketika PT Telkom
Indonesia menerapkan biaya lebih kepada user yang mengaktifkan layanan Voice Mail Box, SLI, PABX,
TelkomNET-Instan, dsb. Berbagai layanan/ service, serta konten tersebut masih
terintegrasi dan di-bundling secara
vertical antara PT Telkom Indonesia sebagai operator dengan end user.
***
Bisnis Seluler
Generasi Pertama
Akhir dekade 90-an, era dimulainya penetrasi telepon seluler
secara massive di Indonesia. Meski
dibilang masih sangat mahal, baik dari sisi device maupun layanan, telepon seluler
mulai diminati banyak orang. Kemudahan akses yang mendukung mobilitas pengguna,
serta layanan baru yaitu pesan singkat (SMS) menjadi daya pikat bagi consumers.
Sebenarnya bisnis seluler mulai masuk di Indonesia pada
tahun 1984. Teknologi yang digunakan saat itu adalah NMT (Nordic Mobile
Telephone) dari Eropa, disusul oleh AMPS (Advance Mobile Phone System), teknologi
seluler yang masih bersistem analog itu disebut juga teknologi seluler generasi
pertama (1G). Ketika itu, PT Telkom Indonesia bersama dengan PT Rajasa Hazanah
Perkasa mulai menyelenggarakan layanan komunikasi seluler dengan mengusung
teknologi NMT-450, serta NMT-470, yang
masing-masing menggunakan frekuensi 50 dan 70 MHz. Melalui pola bagi hasil
Telkom mendapat 30% sedangkan Rajasa 70%.
Pada tahun 1985, teknologi AMPS (Advanced Mobile Phone
System, mempergunakan frekuensi 800 MHz) mulai diperkenalkan di Indonesia. Para
operator pemain di teknologi ini antara lain: PT Elektrindo Nusantara, PT
Centralindo Panca Sakti, dan PT Telekomindo Prima Bakti, serta PT Telkom
Indonesia sendiri. Regulasi yang berlaku saat itu mengharuskan para
penyelenggara layanan telepon dasar bermitra dengan PT Telkom Indonesia. Pada
saat itu, telepon seluler yang beredar di Indonesia masih memiliki ukuran dan
berat yang besar, rata-rata 430 gram atau hampir setengah kilogram. Harganya
pun masih mahal, sekitar Rp10 jutaan sedangkan basic feature yang dimiliki sama dengan telepon fixed-line (PSTN).
Hal tersebut menyebabkan teknologi seluler genrasi pertama ini tidak diminati
pasar.
AMPS Phone |
Pada tahun 1995 diluncurkan teknologi generasi pertama
CDMA (Code Division Multiple Access) melalui operator Ratelindo. Layanan yang
diberikan oleh Ratelindo berupa layanan Fixed-Cellular Network Operator, yaitu
telepon rumah nirkabel. Namun lisensi yang dimiliki Ratelindo untuk menggelar layanan
Fixed-Cellular Network hanya tersedia di beberapa wilayah Jakarta, Jawa Barat,
dan Banten.
***
Bisnis Seluler
Generasi Kedua
Pada dekade yang sama, diperkenalkan teknologi GSM
(Global Global System for Mobile Communications) atau biasa disebut generasi
kedua (2G). Pada masa perkembangannya, Layanan pesan singkat (SMS) menjadi fenomena
di industri telekomunikasi. Sebelumnya, Indonesia dihadapkan pada dua pilihan:
melanjutkan penggunaan teknologi AMPS atau beralih ke GSM yang menggunakan
frekuensi 900 MHz. Akhirnya, Menristek saat itu, BJ Habibie, memutuskan untuk
menggunakan teknologi GSM pada sistem telekomunikasi digital Indonesia.
GSM mulai masuk Indonesia pada oktober 1993, saat PT
Telkom Indonesia memulai pilot-project pengembangan teknologi generasi kedua
(2G), di Indonesia. Pada waktu itu dibangun 3 BTS (Base Transceiver Station),
yaitu satu di Batam dan dua di Bintan. Persis pada 31 Desember 1993,
pilot-project tersebut sudah on-air. Daerah Batam dipilih sebagai lokasi dengan
beberapa alasan: Batam adalah daerah yang banyak diminati oleh berbagai
kalangan, termasuk warga Singapura. Jarak yang cukup dekat membuat sinyal
seluler dari negara itu bisa ditangkap pula di Batam. Alhasil, warga Singapura
yang berada di Batam bisa berkomunikasi dengan murah, lintas negara tapi
seperti menggunakan telepon lokal. Jadi pilot-project ini juga dimaksudkan
untuk menutup sinyal dari Singapura sekaligus memberikan layanan komunikasi
pada masyarakat Batam.
PT Satelindo muncul sebagai operator GSM pertama di
Indonesia, dengan awal pemilik saham adalah PT Telkom Indonesia, PT Indosat,
dan PT Bimagraha Telekomindo, dengan wilayah cakupan layanan meliputi Jakarta
dan sekitarnya. Kesuksesan pilot-project
di Batam dan Bintan membuat pemerintah memperluas daerah layanan GSM ke
provinsi-provinsi lain di Sumatera. Untuk memfasilitasi hal itu, pada 26 Mei
1995 didirikan sebuah perusahaan telekomunikasi bernama Telkomsel, sebagai
operator GSM nasional kedua di Indonesia, dengan kepemilikan bersama Satelindo.
Pada akhir tahun 1996, PT Excelcomindo Pratama (Excelcom, sekarang XL Axiata)
yang berbasis GSM muncul sebagai operator seluler nasional ketiga. Telkomsel
yang sebelumnya telah sukses merambah Medan, Surabaya, Bandung, dan Denpasar
dengan produk Kartu Halo, mulai melakukan ekspansi ke Jakarta. Pada 29 Desember
1996, Maluku tercatat menjadi provinsi ke-27 yang dilayani Telkomsel.
Pada tahun 1997, Telkomsel memperkenalkan produk prabayar
pertama yang diberi nama Simpati, sebagai alternatif Kartu Halo. Lalu Excelcom
meluncurkan Pro-XL sebagai jawaban atas tantangan dari para kompetitornya,
dengan layanan unggulan roaming pada tahun 1998. Pada tahun tersebut, Satelindo
tak mau ketinggalan dengan meluncurkan produk Mentari, dengan keunggulan
perhitungan tarif per detik.
Krisis ekonomi yang sempat melanda Indonesia pada tahun
1998, ternyata tidak terlalu berdampak terhadap daya beli masyarakat di industri
seluler. Mentari, produk prabayar yang baru saja diluncurkan Satelindo pun
mampu dengan cepat meraih 10.000 pelanggan. Padahal, harga kartu perdana saat
itu termasuk tinggi, mencapai di atas Rp100 ribu dan terus naik pada tahun
berikutnya. Hingga akhir 1999, jumlah pelanggan seluler di Indonesia tercatat telah
mencapai angka 2,5 juta pelanggan, yang didominasi oleh pelanggan layanan
prabayar.
Pada Desember 2002, Flexi hadir sebagai operator CDMA
pertama di Indonesia, di bawah pengawasan PT Telkom Indonesia, menggunakan
frekuensi 1.900 MHz dengan lisensi FWA (Fixed Wireless Access). Artinya, sistem
penomoran untuk tiap pelanggan menggunakan kode area menurut kota asalnya,
seperti yang dipergunakan oleh telepon berbasis sambungan tetap dengan kabel milik
Telkom. Butuh perjuangan yang panjang untuk CDMA merebut pasar yang sudah
didominasi oleh GSM di Indonesia. Tetapi secara perlahan , operator CDMA yang
memperkenalkan tarif telepon yang lebih murah, terutama untuk jaringan lokal,
mulai banyak diminati. Apalagi telepon sesama operator CDMA dihargai sangat
murah, bahkan untuk harga murah sekelas fixed-line
telkom sekalipun, CDMA bisa lebih murah.
Akhirnya mau tidak mau CDMA dikenal lebih ke arah operator
low end, dengan handset murahnya yang terkadang diburu orang walaupun tidak
memberi kemewahan seperti telepon GSM pada umumnya, yang sudah berwarna dan
memiliki beragam fitur. Handsetnya kadang hanya monokrom dan di banderol hanya
ratusan ribu dengan fitur yang boleh dibilang hanya bisa telepon dan SMS. Batasannya
juga seringkali adalah area, nomor lokal sesuai kode area fixed telephone,
sehingga butuh usaha lebih ketika seseorang membawanya melintasi kota.
***
Price-War in Telco
Industry
Teknologi GPRS (General Packet Radio Service) juga mulai
diperkenalkan, dengan kemampuannya melakukan transaksi paket data. Teknologi
ini kerap disebut dengan generasi dua setengah (2,5G), kemudian disempurnakan
oleh EDGE (Enhanced Data Rates for GSM Evolution), yang biasa disebut dengan
generasi dua koma tujuh lima (2,75G). Telkomsel sempat mencoba mempelopori
layanan ini, namun kurang berhasil memikat banyak pelanggan, selain karena
ketersediaan device yang dilengkapi koneksi internet masih belum marak, juga
memang customers-demmand terhadap koneksi internet masih sangat rendah.
Tetapi bagaimanapun juga, CDMA sedikit-sedikit mencuri
perhatian dengan komposisi tarifnya yang lebih bersahabat dan makin dikenal
banyak orang. Keberadaannya mau tak mau membuat komposisi tarif telepon juga
berubah. Bagaimanapun operator GSM juga tidak mau disaingi begitu saja.
Perolehan Pelanggan Operator Tahun 2009
Operator
|
Produk
|
Jaringan
|
Jumlah Pelanggan
(Q1-2009)
|
10,6 juta (Q4-2009)
|
|||
6,4 juta
|
|||
33,1 juta (Q4-2009)
|
|||
570.000
|
|||
3 juta
|
|||
5 juta
|
|||
780.000
|
|||
>2 juta
|
|||
13,49 juta
|
|||
81,644 juta (Q4-2009)
|
|||
31,437 juta (Q4-2009)
|
Hingga akhir 2009 tercatat ada sekitar 10 operator
seluler di Indonesia. Namun dengan layanan yang masih sebatas voice-call dan
SMS, susah bagi operator telekomunikasi menciptakan diferensiasi-services.
Semua operator menyediakan layanan yang sama dan identik.
Perang Tarif Antar-Operator |
Akhirnya untuk tetap mempertahankan jumlah pelanggan,
solusi yang banyak diambil adalah kembali ke basic-law dari ilmu marketing, low
cost - high volume, yaitu untuk memperbesar volume penjualan dengan cara
menekan harga serendah rendahnya, dengan kata lain disebut price war. Venomena price war
ini sempat terjadi hingga sekitar tahun 2010. Tapi setidaknya , karena
kehadirannya lah kita bisa menikmati tarif yang lebih kompetitif di semua
operator.
***
TELCO 1.0 Business
Model and Revenue Flow
Jika diamati, pada era fixed-line hingga perkembangan bisnis seluler 2G,
komponen industri telekomunikasi hanya terdiri dari dua elemen, yaitu penyedia
perangkat telekomunikasi (suppliers) dan penyelenggara jaringan (operator).
Model bisnis telekomunikasi pada era ini sering disebut “Telco 1.0 Business
Model”, dimana terdapat dua karakteristik yang menjadi pilarnya.
·
Vertical Integration
Layanan/ service yang
ditawarkan pada end user terbatas
pada bundling-packet, berdasarkan apa yang dapat
penyelenggara jaringan (operators) tawarkan, bukan berupa customized-packet yang sesuai kebutuhan pelanggan. Bundling-packet ini memberikan kontrol
secara penuh kepada penyelenggara jaringan (operator) terhadap layanan yang
disediakan pada jaringan.
·
One-Sided Market
Telco 1.0 memiliki pangsa pasar
yang homogen. Penyelenggara jaringan (operator) membeli perangkat dan konten
dari penyedia perangkat telekomunikasi (suppliers), mengolahnya menjadi
layanan/ service dan menjualnya kembali kepada end user. Proses penyediaan perangkat merupakan cost dari sisi operator (‘upstream’).
Sedangkan proses menyediakan layanan/ service kepada end user merupakan revenue
bagi operator (‘downstream’).
TELCO
1.0 Business Model and Revenue Flow
|
Model
Telco 1.0 cukup stabil digunakan untuk menjalankan bisnis telekomunikasi pada
zamannya. Namun, penetrasi internet yang masif, perlahan mulai menggeser
paradigma di bidang bisnis telekomunikasi. Hingga kini, perusahaan web dan
aplikasi terus muncul dan berkembang luas di seluruh dunia. Teknologi fixed
telephony dan mobile telephony perlahan tidak lagi dominan. Layanan internet
yang dahulu merupakan sebuah Value Added
Service (VAS), kini telah menjelma menjadi sebuah layanan sebagai main-revenue bagi operator
telekomunikasi. Dengan hadirnya internet, pelanggan dapat mengakses layanan dan
konten secara independen menggunakan jaringan.
Sumber data :
Ditulis nya sudah lama, tapi baru inget dan di-publish pagi ini (22 Des 14)
sambil nunggu si mapinfo ngeload engpar trial LTE..
Salam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar