Sabtu, 25 April 2015

Totality dalam konstruksi nasionalisme

Totality dalam konstruksi nasionalisme

Nasionalisme berasal dari kata nation yang berarti bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ali dkk., 1994:89). Nasionalsime juga diartikan sebagai totalitas kolektif dari seluruh elemen bangsa demi kemajuan bangsanya. Totalitas menjadi value penting yang harus dimiliki setiap elemen bangsa.
Tahun ini, Indonesia tepat merayakan 70 tahun kemerdekaannya. Bangsa yang lahir dari totalitas perjuangan para pendahulunya. Para pendahulu secara total mengorbankan segalanya untuk kemerdeaan bangsa ini. Waktu, pikiran, tenaga, bahkan jiwa dan raga sekalipun, seluruhnya mereka berikan secara total bagi bangsa ini. Saya yakin, bangsa ini pun tak akan lahir dari perbuatan yang setengah-setengah.

Dalam mengisi kemerdekaan negara ini, value dari Totalitas tidak boleh dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kita secara total memberikan segala yang kita miliki, baik itu materi, waktu, tenaga, niscaya kita akan memperoleh hasil yang maksimal juga. Masih banyak PR yang harus kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan dan nasionalisme Indonesia.  Kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, perpecahan, dan masih banyak lubang yang perlu kita sulam bersama dalam membangun kerangka nasionalisme Indonesia.

Mari berhenti untuk mengutuk bangsa ini, mari berhenti mengecam dan mencari kambing hitam. Saatnya kita bergerak bersama, tidak peduli apa latar belakang pendidikan anda, tidak peduli apa profesi dan pekerjaan anda, totalitas dibutuhkan dimanapun dan kapanpun anda berada.

All Great Thing, Comes From TOTALITY - Pasopati Team 2015

Seseorang yang bekerja dengan totalitas pasti akan menghasilkan sesuatu yang nantinya bermanfaat bagi orang disekitar, bahkan bangsa dan negara. Jika kita seorang guru, mendidiklah secara total. Jika kita seorang dokter, layanilah pasien secara total. Bahkan jika kita (tanpa merendahkan) seorang tukang sapu, maka kerjakanlah tugas anda dengan totalitas. Totalitas akan menghasilkan sesuatu yang akhirnya bernilai great, dan sempurna.

Jika setiap elemen bangsa ini memiliki kesadaran akan pentingnya value totalitas ini, dapat dipastikan great result yang akan didapat oleh bangsa ini. Kita dapat menyontoh bangsa lain, Jepang misalnya, memiliki budaya totalitas, orang-orang dijepang sangat total dalam bekerja, bahkan mereka rela mengorbankan waktu dan tenaga mereka, mereka bekerja hingga 22 jam per hari. Dan puolang sebelum waktu yang ditentukan merupakan sebuah aib bagiu mereka. Bangsa kita juga harus memiliki value totalitas seperti yang dimiliki bangsa jepang. Secara sumberdaya baik alam dan manusia seharusnya kita bisa lebih dari pada mereka.

Bahkan sebagian besar professor di Jepang selalu pulang minimal jam 9 malam. Itu menyebabkan mahasiswa yang paling malaspun, merasa sngkan dan terpacu untuk memberikan kontribusi yang lebih baik, bahkan kebiasaan totalitas ini mereka bawa hingga dunia kerja dan membudaya menjadi kebiasaan masyarakat jepang.

Kebiasaan inilah yang seharusnya dapat diaplikasikan hingga dibudayakan dalam pola pikir masyarakat di negeri kita tercinta ini. karena kekuatan terbesar dalamsuatu negara adalah sumber daya manusianya.

Jika kita ingin memanen dalamwaktu 3 bulan,maka tanamlah jagung,
jika kita ingin memanen dalm waktu 1 tahun, maka tanamlah kayu,
jika kita ingin memanen selamanya, maka tanamlah sumber daya manusia

Salam Pasopati (Kelompok empat solid dan pasti 

Senin, 22 Desember 2014

Internet and Telco Business Changing - Everyone Become Competitors

“The 2 greatest equalizers in life: Education and the Internet.” Ziad K. Abdelnour, Economic Warfare: Secrets of Wealth Creation in the Age of Welfare Politics

Link Part 1 > TELCO 1.0 – Competitorless

Internet dan konektivitas kini telah menjadi sebuah kebutuhan bagi manusia modern. Saat kita membuka mata di pagi hari, kita akan berusaha untuk segera terkoneksi dengan internet melalui berbagai macam device maupun apikasi. Internet merupakan suatu inovasi terbesar dalam hal teknologi dan komunikasi. Dapat kita rasakan selama satu dekade terakhir ini, bagaimana internet telah merubah planet kita, merubah bagimana kita saling berinteraksi, merubah cara kita berbelanja, merubah berbagai aspek gaya hidup kita, bahkan merubah peta industri secara global, termasuk industri telekomunikasi.

TELCO 1.0 – Competitorless

“If E-mail had been around before the telephone was invented people would have said "hey, forget e-mail – with this new telephone invention I can actually talk to people” – Anon
 Monopoli Bisnis Telekomunikasi
Masih ingatkah anda? Hingga pertengahan dekade 90-an, era keemasan fixed telephony (PSTN). Voice call melalui fixed telephone merupakan layanan yang saat itu menjadi satu-satunya fasiltas komunikasi dua arah secara realtime.  Baru pada awal 2000-an, era dimulainya penetrasi telepon genggam secara massive, mulai ditawarkan model komunikasi baru, yaitu layanan pesan singkat (SMS) yang terbatas 160 karakter.
PT Telkom Indonesia tidak pernah takut kehilangan pasar, selain dikarenakan kurangnya kompetitor juga tidak adanya teknologi lain sebagai substitusi PSTN Service. Kondisi seperti ini menjadikan PT Telkom Indonesia memonopoli industri telekomunikasi saat itu. Bisa dibayangkan, ratusan calon pelanggan rela menunggu berbulan-bulan demi koneksi fixed-line PSTN di rumahnya.
Revenue bagi PT Telkom Indonesia datang dari customer, baik pelanggan pribadi maupun enterprise. Mengingat sumber revenue Utama PT Telkom Indonesia saat itu berasal dari end user, maka tidak cukup ketika PT Telkom Indonesia hanya menjual jaringan kepada end user tanpa adanya Value Added Service (VAS). Value Added Service yang digelar bukan semata-mata didasari oleh kebutuhan mencari pelanggan baru, melainkan sebagai upaya utilisasi jaringan yang sudah ada, serta mendapatkan revenue yang lebih besar. Contohnya ketika PT Telkom Indonesia menerapkan biaya lebih kepada user yang mengaktifkan layanan Voice Mail Box, SLI, PABX, TelkomNET-Instan, dsb. Berbagai layanan/ service, serta konten tersebut masih terintegrasi dan di-bundling secara vertical antara PT Telkom Indonesia sebagai operator dengan end user.


***