Senin, 22 Agustus 2011

Politik 14 Inchi, Era Baru Pertelevisian Indonesia

Bahasan yang sedang hangat di masyarakat akhir-akhir ini masih seputaran Bang Udin Mendunia, KPK, Demokrat. Saya sendiri kurang update, karena saya sendiri ga ngeh ngikutin sinetron tersebut, tapi yang saya dengar terakhir tadi siang, Bang Udin ga mau di priksa KPK, minta dipriksa oleh kejaksaan. Pas banget kasus ini panas di suasana Ramadhan dan 17an, bahkan sepintas menenggelamkan suasana Ramadahan dan 17an di berbagai media. 


Masih ingat juga beberapa bulan yang lalu, kasus yang ga kalah panas, masalah Bank Century dan Si Sri. Dana yang dipermasalahkan juga ga kalah banyak. Background kasus ga jauh beda dengan kisah Bang Udin. mirip, saat itu media baik elektronik maupun cetak masang headline seputaran kasus ini.

Sebelumnya lagi, kasus Om Bibit, Om Chandra, euforia yang disajikan media mirip-mirip yang terjadi akhir-akhir ini..

Secara langsung maupun tidak langsung, pemberitaan di media ini membentuk suatu opini publik, lingkup lebih kecil lagi opini mahasiswa (aktivis). Aksi turun ke jalan santer muncul sebagai imbas berita-berita tersebut. Kajian publik, kajian ilmiah, diskusi panel di sekre, di warteg, di fesbuk, ga jauh-jauh dari berita tersebut. Padahal meminjam istilah guru saya, 
"kita terlalu mempermasalahkan hal-hal yang sudah banyak dipermasalahkan di media, padahal itu hanyalah hal-hal yang sengaja dibesar-besarkan, walau aslinya teak perlu seheboh itu. Pernahkah aktivis mempermasalahkan 'Jual Beli Karbon' atau 'Polusi yang terjadi di Timor Leste' yang ga kalah merugikan negara" - Ranggi
Bagi sebagian orang, termasuk saya, jangankan mempermasalahkan, dengar aja barusan. Hal ini terjadi karena kita terlalu media centris, dan media minded. Kadang orang ngomong dasarnya 'tadi pagi di TV A', 'barusan denger di channel B'. Padahal menurut saya, media saat ini sudah beralih fungsi, dulunya sebagai penyampai berita, tapi sekarang adalah kendaraan politik. Pernah dengar istilah, "Yang menguasai dunia, adalah yang menguasai media". Itulah yang diterapkan bebrapa elite politik untuk berkuasa di negeri ini.

Yang dianut media di Indonesia adalah kebebasan pers, bukan otonomi pers seperti di bebrapa negara, sehingga media dengan bebas memblow-up kasus-kasus yang menimpa lawan politiknya, ataupun menyembunyikan kasus-kasus yang menimpa penyokong dananya. Sudah sangat jelas, dan ga perlu saya sebutkan contohnya. Berbeda dengan otonomi pers, dimana pers bebas, dari muatan politis, dan pers bukan merupakan kendaraan politik.

Kita terlalu larut dalam euforia cuciotak politik yang dibungkus melalui kemasan yang menarik, headline di koran, diskusi di televisi, berita. Kadang kita luput tak membaca suatu kolom kecil di koran, atau news ticker di televisi yang sebetulnya lebih layak untuk diperjuangkan.

Saat elit politik butuh pencitraan, dan saat rakyat butuh hiburan untuk sekedar pelepas lelah dan bahan obrolan, televisilah solusinya.

" Setiap tempat beratap bisa berubah jadi istana. Gaun terbaik adalah gaun yang kedap cuaca. Tidur adalah berbaring tenang dan memejam mata, mengganjal lapar dengan apa saja berkhayalpun bisa, tapi sesungguhnya: Setiap tempat berpagar bisa berubah jadi negara, melamun terbaik adalah lamun yang kedap tentara. Tidur adalah berbaring tenang dan memejam mata, membakar pasar dengan apa saja, pikiran pun bisa, tapi sesungguhnya: Siapa yang membutuhkan imajinasi, jika kita sudah punya televisi. Semesta pepat dalam 14 inci. Seseorang cubit aku di pipi, jika semua ini hanya dan hanya mimpi " - Mars Penyembah Berhala - Melby

Sangat terinspirasi oleh seseorang sahabat yang hebat
Ba'da iktikaf 22 Ramadhan, 

3 komentar:

  1. sungguh menginspirasi tulisan"nya :)
    btw info buku telko yang baru bisa lihat di blog saya kalau mau mampir...thanks

    BalasHapus
  2. terimakasih mas. alhamdulillah yah kl mengispirasi, sesuatu banget.
    ehehe..

    oke mas. meluncur TKP, thx sudah mampir..

    BalasHapus
  3. mantabbb,
    jujur saya bukan orang politik, tapi saya merasakan "kehangatan" seputar politik baik kampus atau negara ini.
    siapa pun nanti yang jadi pemimpin semoga orang yang tepat dan dapat menjadi tauladan.
    mari kita coba untuk menjadinya :)

    BalasHapus